Dua Mantan Menteri Dukung Abraham Samad
JAKARTA,
KOMPAS.com —
Dua mantan menteri era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I menyambangi Gedung
Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (4/4/2013), untuk memberikan dukungan
kepada Ketua KPK Abraham Samad. Kedua mantan menteri itu adalah mantan Menteri
Perindustrian Fahmi Idris serta mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Hamid Awaluddin.
Mereka
datang bersama dengan aktivis Adhie Massardi. “Enggak ada alasan kita untuk
tidak mendukung, terutama Abraham Samad,” kata Fahmi di Gedung KPK, Jakarta.
Menurut Fahmi, sanksi teguran tertulis yang diberikan Komite Etik kepada
Abraham itu berlebihan.
Dia
menilai Abraham telah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik yang sesuai
dengan etiket di masyarakat. Pimpinan KPK saat ini, khususnya Abraham, dianggap
Fahmi telah memenuhi prinsip integritas.
Berbagai
perkara yang sebelumnya menggantung di KPK, katanya, berhasil dibawa ke
pengadilan. “Itu dituntaskan, janjinya dipenuhi,” tambah Fahmi. Sikap Abraham
yang agresif, katanya, memang diperlukan dalam melawan tindak pidana korupsi
yang menggurita.
Fahmi
juga keberatan jika Komite Etik menganggap Abraham lalai dalam mengawasi
sekretarisnya, Wiwin Suwandi, dan tidak berhati-hati dalam merekrut seseorang
sebagai sekretaris. Menurut Fahmi, sejak awal KPK memang tidak membuat
ketentuan yang mengharuskan seorang staf pimpinan merupakan orang yang berpengalaman.
“Artinya,
baru saat ini terpikir kalau staf harus memenuhi kualifikasi. Itu kan
sebelumnya enggak ada, jadi dalam proses rekrutmen, enggak ada yang salah. Kita
menyayangkan itu,” ujarnya.
Fahmi
juga menilai tidak ada yang salah jika Abraham melakukan komunikasi dengan
pihak eksternal seputar kasus asalkan Abraham tidak bertemu dengan pihak yang
beperkara. “Melakukan komunikasi itu kewajiban semua pemimpin," ujar
Fahmi.
Sementara
Hamid mengaku menemani Fahmi untuk mendukung Abraham. Hamid yang baru pulang
dari luar negeri itu tidak berkomentar banyak karena belum membaca seluruh
keputusan Komite Etik.
Dalam
putusannya, Komite Etik menyatakan bahwa Ketua KPK Abraham Samad tidak terbukti
langsung membocorkan draf sprindik Anas. Menurut Komite Etik, pelaku pembocoran
sprindik adalah Sekretaris Abraham, Wiwin Suwandi.
Komite
pun menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Abraham karena pria
kelahiran Makassar itu dianggap melakukan pelanggaran kode etik sedang terkait
dengan perbuatan sekretarisnya itu. Abraham juga terbukti tidak memperhatikan
masalah administrasi dengan menandatangani sprindik Anas tanpa persetujuan
unsur pimpinan KPK yang lain.
Selain
itu, Komite Etik menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja
yang dianggap terbukti melakukan pelanggaran ringan kode etik pimpinan. Menurut
Komite Etik, Adnan melanggar kode etik pimpinan KPK karena menyatakan kepada
media kalau kasus dugaan penerimaan hadiah berupa Toyota Harrier oleh Anas
bukanlah level KPK.
0 comments: