'Majelis Tinggi Demokrat Ambil Keuntungan dari Kebocoran Sprindik Anas'
“Kami
melihat adanya indikasi yang perlu kami dalami. Ketua Majelis Tinggi menyatakan
itu (Anas fokus pada kasus hukum), hari Kamis (sprindik) bocor , hari Sabtu ada
statemen (pernyataan majelis tinggi),” ujar kuasa hukum Anas, Firman Wijaya di
Gedung KPK, Kamis (4/4/2013). Dia mendatangi KPK untuk meminta salinan putusan
Komite Etik KPK terkait skandal kebocoran sprindik Anas itu
Firman
mengatakan sebelum ada kebocoran draf sprindik, Majelis Tinggi Partai Demokrat
meminta Anas fokus pada masalah hukum. "Padahal kita tahu, (saat itu)
masalahnya belum ada," ujar dia. Menurut Firman, indikasi jual beli
pengaruh dalam skandal ini merupakan fakta di luar persoalan etika yang harus
ditindaklanjuti secara hukum.
Karena
itulah, Firman mengatakan ada kemungkinan langkah hukum akan diambilnya setelah
terlebih dahulu mempelajari lebih dalam putusan Komite Etik KPK. "Ini
relasi (hubungan) yang kuat, tidak semata-mata mempersoalkan moral tapi juga
persoalan hukum," kata dia.
Firman
juga menilai, Ketua KPK Abraham Samad tetap harus bertanggung jawab atas
bocornya sprindik yang menurut Komite Etik dilakukan oleh sekretaris Abraham,
Wiwin Suwandi. Dia pun menuding ada upaya melokalisir masalah terkait bocornya
sprindik Anas. “Di balik pertimbangan itu disebutkan, posisi sekretaris yang
bertanggung jawab. Ini posisi sekretaris bukan yang ambil keputusan, (pengambil
keputusan) ini kan pimpinan, mestinya mengakui kewenangan pimpinan, ini ada
upaya melokalisir, ini harus ada yang dintidaklanjuti,” kata Firman.
Dalam
putusannya, Komite Etik menyatakan bahwa Ketua KPK Abraham Samad tidak terbukti
langsung membocorkan draf sprindik Anas. Menurut Komite Etik, pelaku pembocoran
sprindik adalah Sekretaris Abraham Wiwin Suwandi.
Tapi,
Komite menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada Abraham karena pria
kelahiran Makassar itu dianggap melakukan pelanggaran etika sedang terkait
dengan perbuatan sekretarisnya itu. Abraham juga terbukti tidak memerhatikan
masalah administrasi dengan menandatangani sprindik Anas tanpa persetujuan
unsur pimpinan KPK yang lain.
Selain
itu, Komite Etik menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja
yang dianggap terbukti melakukan pelanggaran ringan kode etik pimpinan. Menurut
Komite Etik, pelanggaran Adnan antara lain adalah pernyataannya kepada media
kalau kasus dugaan penerimaan hadiah berupa Toyota Harrier oleh Anas, bukanlah
level KPK.
0 comments: