Before You Die [For TORAJA]
Di negara Daun Maple ini, aku belajar banyak hal. Terlebih dengan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, mempelajari gaya kehidupan, bahasa dan budaya yang ada. Namun tentunya, tidak serta-merta aku menerapkan budaya yang ada di sini. Prinsip tetap terjaga, budaya dan agama yang aku pegang selalu kujadikan filter untuk menyaring berbagai hal yang bersinggungan.
Menjaga nama baik Indonesia tentunya, adalah poin yang senantiasa aku indahkan. Dapat menjadi perwakilan Sulawesi Selatan dalam program ini bukanlah hal yang mudah untuk di dapatkan. Maka, kumanfaatkan sebaik mungkin kesempatan yang ada. Ada satu hal yang kemudian membuat aku merasa Indonesia. Menjadi Indonesia dan merasa bangga di sebut Indonesia. Yakni kekayaan yang di miliki Indonesia, dari segi Sumber Daya Alam hingga kebudayaan yang ada.
Budaya yang beragam dengan ciri khas setiap provinsi menjadi warna tersendiri dari Indonesia. Dan hal tersebut tidak di miliki bangsa lain, Kanada contohnya. Bukan bermaksud membandingkan dengan negara lain. Namun hal ini kemudian aku dapatkan dari perbincangan di meja makan selepas dinner bersama Host Family aku di sini. Mereka sendiri yang menyebutkannya, setelah kujelaskan beberapa hal yang menarik di Indonesia.
“awesome”
Kata itulah yang patut untuk di ucapkan saat bercerita tentang budaya.
Aku tentu paling banyak bercerita kondisi di Sulawesi Selatan. Memperkenalkan sedikit demi sedikit, mungkin pengetahuan tentang pariwisata yang kumiliki tidak cukup baik, di tambah juga aku bukanlah putra pariwisata, maka siasat yang aku lakukan adalah membaca dan membuka informasi di internet untuk membantu aku menjelaskannya lebih mudah.
***
Di Minggu ketiga bulan Oktober, selepas dinner seperti biasa kami bercerita banyak hal. Namun kali ini berbeda, ada sebuah buku yang di beli Host Family aku hari itu. Yang kemudian di simpan di dekat meja makan, karena terlihat menarik, maka selepas makan aku pergi melihat dan membawanya ke meja makan.
Buku itu cukup tebal, ada ratusan halaman dengan memperlihatkan tempat wisata di seluruh dunia. Keluargaku ini senang berjalan keliling dunia, maka tak heran buku itu di belinya. Buku travel karangan Patricia Schultz bisa menjadi referensi yang pas untuk mereka.
Aku membuka satu persatu halaman yang ada, hingga mendapati benua Asia, kemudian tiba di halaman Indonesia. Akhirnya, aku berhenti di bagian tersebut. Dan menemukan satu tempat yang menarik dan bisa membantu aku. “TORAJA” Toraja masuk dalam 1000 tempat wisata yang mesti dikunjungi sebelum kita meninggal dunia.
Akhirnya, aku bisa dengan mudah meyakinkan mereka bahwa Indonesia benar-benar negara kaya akan wisata. Sulawesi tentunya semakin kujelaskan, dengan bekal beberapa buku pariwisata yang aku dapatkan di Dinas Pariwisata sebelum berangkat program, aku bisa menjelaskan sedikit demi sedikit.
Dengan menjelaskan sedikit tentang Toraja. Di mulai dari bentuk rumah yang ada di Toraja, dengan bentuk yang sangat khas yang disebut Tongkonan. Kemudian menjelaskan sedikit kondisi Upacara adat rambu sulo sebagai upacara kematian yang dilakukan dengan sangat meriah untuk menghormati jenazah.
“are you realy?”
“Ya, you can find that in my province”
Aku juga menjelaskan sedikit tentang budaya pada suku toraja, tentang orang-orang yang meninggal kemudian disimpan dalam gua-gua di tebing. Dan gua-gua tersebut akhirnya menjadi objek wisata budaya yang sangat terkenal oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
“we must go to Indonesia!”
“don’t forget Toraja, before you die”
Ketika ditanya, apa arti dari Tongkonan?
Aku sedikit bisa menjelaskan sebab dulu aku pernah mencoba membuat artikel tentang Toraja.
Maka aku bisa menjelaskan sedikit dengan bahan yang terbatas.
Mulai dari menjelaskan kondisi masyarakat yang memiliki daya arsitektur yang khas, unik dan berbeda. Sebagai rumah adat, Tongkonan memiliki warna yang sangat menawan. Tongkonan berasal dari kata “tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan berarti tempat duduk bersama, rumah, teristimewa rumah para leluluhur, tempat keluarga besar bertemu, dan melaksanakan ritual-ritual adat.
Bentuk tongkonan berstruktur kotak, yang dibangun diatas struktur tiang dan blandar. Ruang-ruang di antara tiang bangunan di tutupi dengan panil dekoratif. Atap rumah tongkonan melengkung menyerupai perahu, berbentuk pelana yang kedua ujungnya melengkung tajam ke atas, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di depan dan belakang rumah, kedua ujung atap yang melebar di topang oleh sebuah tiang yang disebut tulak somba. Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (bangah) saat ini sebagian sudah dicor.
Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara. Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan biasanya dipakai untuk menyelenggarakan pertemuan keluarga atau suatu upacara ritual. Tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan selalu dibangun di arah utara-selatan, arah tersebut disesuaikan dengan tradisi yang telah ada.
Dibalik bentuknya yang unik, Tongkonan menyimpan sejarah perjalanan panjang untuk mencapai bentuknya kini. Denah empat persegi panjang dengan atap bak perahu layar dengan tiang-tiang penopang yang banyak merupakan simbol wujud 'tribuwana'. Aluk Todolo adalah jenis pemujaan dualistik yang mengkhususkan pemujaan terhadap leluhur, aluk rampe matallo ( ritual kehidupan ), dan aluk rampe matampu ( ritual jenazah), adanya kemanunggalan manusia dan dewa.
Masyarakat Toraja percaya bahwa leluhur mereka berasal dari langit sebagai jelmaan dewa, dan setelah ritual jenazah yang rumit mereka diyakini kembali ke langit untuk menjadi leluhur yang didewakan (To membali puang). Oleh sebab itu memelihara Tongkonan sama artinya dengan memelihara roh leluhur.
Berdirinya tongkonan apabila sepasang suami istri telah membangun rumah sendiri kemudian dipelihara oleh keturunannya. Rumah tersebut menjadi pusat dalam menjalin hubungan keluarga, dari tongkonan tersebut terlahirlah satu identitas bahwa mereka suku toraja. Kehadiran sebuah tongkonan dalam suatu keluarga menjadi simbol terciptanya suatu kebersamaan dan rasa saling menghormati yang begitu kental. Pa’rapuan istilah suku Toraja yang berarti hubungan keluarga berdasarkan darah, memiliki kewajiban untuk menjaga tongkonan yang telah ada. Pada saat ingin dilakukan renovasi, maka pa’rapuan memiliki kewajiban untuk berkumpul dan bersama-sama membahas hal tersebut.
Berbeda pada saat ritual kematian, tanggung jawab terletak pada bati’ (keturunan) artinya, anak yang ditinggalkan. Namun secara keseluruhan akan kembali dijalankan bersama pa’rapuan. Upacara adat kematian ini dilaksanakan apabila salah satu anggota keluarga dari suku toraja meninggal dunia. Upacara kematian (rambu sulo) yang berlangsung di Toraja sangat meriah dan mewah, jika tiba mata allona (hari puncak) maka setiap keluarga akan berkumpul. Para kelompok keluarga akan membawa babi terbaik untuk disajikan dalam pesta.
Para keluarga akan berkumpul menjadi sangrapu (satu keluarga besar), tak ada yang dibeda-bedakan, semua ikut berpesta dan tak ada yang dikucilkan kecuali yang melanggar. Mereka percaya bahwa orang mati itu sedang menuju to’kalua (Tuhan), oleh karena itu seluruh sanak saudaranya serta kerabat dekatnya wajib untuk melaksanakan upacara adat ini, dengan mengiringi orang mati tersebut dengan hewan korban seperti kerbau, babi dan ayam. Semakin banyak hewan yang dipotong semakin tinggi prestise orang atau keluarga tersebut, karena menurut kepercayaan mereka, upacara adat ini merupakan bekal untuk dapat hidup bahagia di akhirat nantinya.
Budaya yang ada sangat menarik bagi mereka. Dan mereka senang dengan itu, sesekali aku langsung membuka Opera Mini lewat handphone aku dan memperlihatkan langsung gambar-gambar yang ada.
Lovely December in Toraja
Festival yang diadakan setiap bulan Desember itu menjadi undangan khusus untuk Host Family aku. Mungkin suatu saat mereka akan pergi. Di bulan Desember ini, di Minggu terakhir program, aku mulai bertanya pada mereka. Tentang kapan rencana travel selanjutnya.
“Indonesia, TORAJA” pesanku
Kebersamaan selama hampir tiga bulan dengan Host Family tentunya akan melahirkan kerinduaan saat kita kemudian terpisah oleh jarak. Obat rindu hanyalah waktu dan pertemuan. Maka janji mereka adalah, suatu saat akan berkunjung ke Toraja. Dan aku akan siap menemani mereka, demi kebersamaan yang telah mereka ajarkan.
"Berkunjunglah di tempatku, before you die" harapanku
* Penulis Wawan Kurniawan, Pemenang Pertama Lomba Konten Blog Lovely Toraja
Kegiatan ini diselenggarakan Lingkar Penulis Pariwisata (LPP) bekerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel dalam rangka menyukseskan program "Lovely December in Toraja"
http://www.mymakassar.com
0 comments: