NEV THEORY


TEORI PELANGGARAN HARAPAN NONVERBAL

(NONVERBAL EXPECTANCY VIOLATION THEORY / NEV THEORY)

Latar Belakang Teori
Judee Burgoon (1978, 1983, 1985) dan Steven Jones (Burgoon & Jones, 1976) pertama kali merancang NEV Theory untuk menjelaskan konsekuensi dari perubahan jarak dan ruang pribadi selama interaksi komunikasi antar pribadi.
NEV Theory adalah salah satu teori pertama tentang komunikasi nonverbal yang dikembangkan oleh sarjana komunikasi. NEV Theory secara terus menerus ditinjau kembali dan diperluas.
Judee K. Burgoon adalah seorang Profesor Komunikasi dari Universitas Arizona AS dan  merupakan salah seorang teoritikus wanita yang paling tekun dalam meneliti berbagai dimensi komunikasi nonverbal sepanjang dasawarsa 1970-an hingga 1990-an.
Studi tentang penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi (proksemik) sebenarnya telah dikembangkan oleh Edward T. Hall sejak tahun 1960-an. Dalam teorinya, Hall membedakan empat macam jarak yang menurutnya mengambarkan ragam jarak komunikasi yang diperbolehkan dalam kultur Amerika yakni: [1] jarak intim (0–18 inci); [2] jarak pribadi (18 inci–4 kaki); [3] jarak sosial (4-10 kaki); dan [4] jarak publik (lebih dari 10 kaki).
Terkait dengan keempat macam jarak tersebut kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut; “apa yang akan terjadi ketika seseorang menunjukkan tingkah laku nonverbal yang di luar dugaan?” atau “bagaimana persepsi seseorang terhadap tingkah laku nonverbal yang mengejutkan tersebut bila dikaitkan dengan daya tarik antarpribadi?”. Berawal dari pertanyaan itulah kemudian Burgoon meneliti perilaku komunikasi nonverbal masyarakat Amerika yang menghantarkannya pada penemuanNEV Theory)/ Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal.
Teori ini untuk pertama kalinya diuraikan secara panjang lebar dalam tulisan Burgoonyang bertajuk “A Communication Model of Personal Space Violations: Explication and An Initial Test” yang diterbitkan dalam Jurnal Human Communication Researchvolume 4, tahun 1978.
Esensi Teori
Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan­-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku ketika berinteraksi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan field of experience kita. Terpenuhi atau tidaknya ekspektasi ini akan memengaruhi cara interaksi kita dengan mereka, bagaimana kita menilai mereka, dan bagaimana kelanjutan hubungan kita dengan mereka
Teori ini berasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.
Sebagai contohnya, anggaplah Anda seorang gadis yang sedang ditaksir dua orang pemuda.. Anda tidak bingung karena Anda hanya menyukai salah seorang di antara mereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang Anda senangi berdiri terlalu dekat dengan Anda sehingga melanggar jarak komunikasi antarpribadi yang normatif? Besar kemungkinan Anda akan menilainya positif. Itulah tanda perhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati menurut Anda.
Namun bagaimana halnya bila yang bertindak seperti itu adalah pria yang tidak Anda senangi? Anda akan bereaksi secara negatif. Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santun atau mungkin dalam hati Anda akan menyebutnya tidak tahu diri.Jadi kita akan menilai suatu pelanggaran didasarkan pada bagaimana perasaan kita pada orang tersebut.
Menurut teori ini, beberapa faktor saling berhubungan untuk memengaruhi reaksi kita terhadap pelanggaran dari jenis perilaku nonverbal yang kita harapkan untuk menghadapi situasi tertentu . Tiga konstruk pokok dari teori ini (Griffin, 2004: 88) yakni; [1] Harapan (Expectancies), [2] Valensi Pelanggaran  (Violations Valence), dan [3] Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence).
[1] Expectancies (Harapan)
Faktor NEV Theory yang pertama mempertimbangkan harapan kita. Melalui norma-norma sosial kita membentuk ”harapan” tentang bagaimana orang lain (perlu) bertindak secara nonverbal (dan secara lisan) ketika kita saling berinteraksi dengan mereka.
Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun “yang di luar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksi khusus. Sebagai contoh, kita akan bereaksi sangat gelisah/ tidak nyaman, jika seorang asing meminta berdiri sangat dekat dengan kita.
Dengan cara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang  yang penting dengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta. Dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah laku nonverbal apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita.
[2] Violation Valence (Derajat Pelanggaran)
Ketika harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kita kemudian melakukan penafsiran, sekaligus menilai apakah pelanggaran tersebut positif atau negatif. Penafsiran kita tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal yang biasa disebut ”derajat pelanggaran” adalah elemen kedua yang penting dari teori ini. Diasumsikan bahwa perilaku nonverbal itu penuh arti dan kita mempunyai sikap tentang perilaku nonverbal yang diharapkan.
Sebagai contoh, bayangkan Anda berada di suatu pesta dan seorang asing yang baru diperkenalkan tanpa diduga-duga menyentuh tangan Anda. Karena Anda baru saja berjumpa orang itu, perilaku tersebut bisa jadi mengacaukan. Anda mungkin menginterpretasikan perilaku tersebut sebagai kasih sayang, ajakan untuk menjadi teman, atau sebagai suatu isyarat kekuasaan.
NEV Theory berargumen bahwa jika perilaku yang diberikan lebih positif dibanding dengan apa yang diharapkan, hasilnya adalah pelanggaran harapan yang positif. Dan sebaliknya, jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibanding dengan apa yang diharapkan, menghasilkan suatu pelanggaran harapan yang negatif. (Infante, 2003: 178).
[3] Communicator Reward Valence (Derajat Ganjaran Komunikator)
Derajat Ganjaran Komunikator adalah unsur ketiga yang memengaruhi reaksi kita. Sifat alami hubungan antara komunikator memengaruhi bagaimana mereka (terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jika kita “menyukai” sumber dari pelanggaran (misalnya, pelanggar memiliki kredibilitas tinggi atau menarik secara fisik), kita boleh menghargai perlakuan yang unik tersebut.
Jika kita menyukai orang yang melanggar tersebut, kita tidak akan terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya, justru kita cenderung berharap agar orang tersebut tidak mematuhi norma-norma yang berlaku. Sebaliknya bila orang yang melanggar tersebut adalah orang yang tidak kita sukai, maka kita akan terfokus pada pelanggaran atau kesalahannya dan berharap orang tersebut mematuhi atau tidak melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
Penerapan dan Keterkaitan Teori
Pada awalnya teori Burgoon ini hanya diterapkan dalam koteks pelanggaran penggunaan ruang dan jarak dalam berkomunikasi (Spatial violations). Namun sejak pertengahan tahun 1980-an, Burgoon menyadari bahwa perilaku penggunaan ruang dan jarak sebenarnya hanyalah bagian dari sistem isyarat nonlinguistik dalam komunikasi nonverbal.
Dalam hal keterkaitan teoritis, dapat dikatakan setidaknya ada tiga teori yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan NEV TheoryKetiga teori tersebut adalah: Proxemics Theory , Anxiety/ Uncertainty Management (AUM) Theory, dan Social Exchange Theory (SET).
[1] Proxemics Theory, yang merupakan akar dari perumusan asumsi-asumsi dalamNEV Theory. Perjalanan teori ini dimulai dari konsep penggunaan ruang dan jarak dalam proksemik, karena itu jelas kedua teori ini tidak dapat dipisahkan.
[2] Anxiety/ Uncertainty Management (AUM) Theory dan NEV Theory, menurut  Ting Tomey dan Chung (Gudykunst, et-al., 1996), bersifat saling melengkapi. Keterkaitannya itu terutama tampak dalam hal penggunaan konsep ekspektasi dalam proses interaksi, konsep ketidaknyamanan dalam komunikasi yang ambigu atau tindakan-tindakan mengevaluasi suatu perilaku komunikasi.
[3] Social Exchange Theory (SET), keterkaitannya dengan NEV Theory dapat dilihat dalam hal penggunaan konsep ganjaran dan kerugian. Kedua teori ini berpendapat bahwa orang yang dipandang dapat memberikan ganjaran lebih (high-reward person) akan menciptakan situasi komunikasi yang lebih favourable (nyaman). Demikian sebaliknya bagi individu dalam kategori low-reward person.
Evaluasi dan Perkembangan Teori
Burgoon (Liltlejohn, 1996; Griffin,2000) secara konsisten mengembangkan teori ini sejak penobatannya pada tahun 1978. Beberapa perbaikan yang dengan mudah dapat diidentifikasi di antaranya mencakup penyederhanaan empat konstruk teori ini, yang semula meliputi [1] Harapan (Expectancies); [2] Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations); [3] Valensi Komunikator (Communicator Valence); dan [4] Valensi Pelanggaran (Violation Valence) menjadi tiga, yakni dengan tetap mempertahankan konstruk Harapan (Expectancies) dan Pelanggaran Harapan (Expectancy Violations), serta menggabungkan Valensi Komunikator dan Valensi Pelanggaran menjadi satu konstruk Valensi Ganjaran Komunikator (Communicator Reward Valence).

0 comments: