Banyak kasus perampasan tanah di sulsel


MAKASSAR, FAJAR -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melansir banyaknya kasus-kasus perampasan tanah di Sulsel. Kasus itu banyak terjadi untuk masalah tambang dan BUMN, serta perusahaan swasta.

Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Zulkarnaen Yusuf mengungkapkan, banyaknya kasus struktural pertanahan di Sulsel, menjadikan daerah ini menjadi perhatian serius di Indonesia, bahkan dunia. 

Karena itu, Sulsel merupakan salah satu sample yang diawasi International Facts Finding Mission (IFFM). Ada beberapa kasus perampasan tanah di Sulsel, di antaranya di Takalar dan Bulukumba.

"Ini satu agenda antimonopoli dan perampasan tanah di Sulsel. Banyak kasus di sekber mulai dari selatan hingga utara Sulsel," ujar Zulkarnaen saat menggelar konferensi pers bersama tim IFFM di Benteng Rotterdam, Selasa, 26 Maret.

Untuk ukuran kota, kasus tanah di Pandang Raya dan Buloa juga menjadi perhatian. Lainnya, di Banteng, Sinjai, Gowa, Palopo, Sidrap, Wajo, Luwu Utara, Luwu Timur, Maros, dan Pangkep. Rata-rata terkait dengan perkebunan, konservasi, pertambangan, dan zonasi hutan.

"Negara harus membentuk tim independen, atau untuk di pusat mesti ada komisi khusus yang mengusut konflik sumber daya alam di Indonesia. Ini yang harus bekerja untuk menyelesaikan konflik lahan tersebut," imbuh Zulkarnen.

Penyelesaian kasus-kasus perampasan tanah ini tak pernah mendapatkan solusi, karena di sisi lain, pemerintah terus menerbitkan perizinan. Izin-izin eksploitasi dan eksplorasi, terus bermunculan. Karena itu, Asian Peasan Coalition (APC) mendesak Presiden SBY untuk menyelesaikan masalah ini. 

"Kita tidak ingin masalah ini mengakibatkan banyak korban jatuh," tandas Zulkarnaen. IFFM merupakan gabungan aktivis internasional yang melakukan misi mencari fakta seputar perampasan tanah di ASEAN, khususnya di Indonesia, Kamboja, India, dan Filipina.

Kepala Departemen Jaringan dan Pengembangan Sumber Daya Walhi, Khalisah Khalid, mengungkapkan, tim IFFM melakukan misi sebagai bagian dari kampanye anti perampasan tanah. Ia membeberkan, pada 2012 konflik agraria mengalami peningkatan, dan jumlah korbannya semakin banyak. Namun yang ironis, pemerintah sama sekali tak tergerak untuk menyelesiakannya.

Khalisah mengatakan, kasus antara PT Lonsum dan warga sekitar di Bulukumba, merupakan contoh perampasan lahan. Hal itu terindikasi di mana hak guna usaha (HGU) terbit setelah timbul konflik antara warga dengan perusahaan.

"Jadi ini merupakan desakan kepada pemerintah agar lembaga penyelesaian konflik dibentuk," katanya.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang seharusnya menjadi penengah, kata dia, justru ikut menjadi bagian dari konflik agraria antara masyarakat dan kekuasaan atau modal. Meskipun ada lembaga penyelesaian di tingkat negara, namun Khalisah melihatnya, sangat sektoral. 

"Harus ada lembaga yang dipimpin oleh presiden. Kalau di Sulsel ini, yang paling mencuat adalah kasus tanah di Bulukumba dan Takalar," tandasnya. (zuk/sil)

0 comments: